24 Maret 2011

Libya, Sebuah Rekayasa Konspirasi

Setelah lebih dari sebulan kemelut Libya tak kunjung selesai akhirnya pelakon sesungguhnya di balik krisis Libya unjuk gigi. Tidak optimalnya peranan pihak oposisi dan Kerajaan Arab Saudi sebagai alat Barat untuk menurunkan sang pemimpin Libya, Muammar Ghadafi membuat pihak sekutu dalam hal ini NATO di bawah pimpinan Perancis turun tangan juga. Hal ini kembali menunjukan ternyata ada campur tangan asing di luar Libya yang bermain dalam krisis yang melanda negara tersebut.
Serangan kali ini adalah serangan barat terbesar pasca penyerangan dan pendudukan Iraq beberapa tahun yang lalu. Kalau di Iraq dalih penyerangan adalah untuk menghukum Saddam Husein yang memiliki senjata pemusnah massal dan pelanggaran HAM, maka di Libya pun dalihnya adalah untuk penegakan HAM. Namun pertanyaannya, apakah sekutu memang benar-benar ingin menghukum atas nama pelanggaran HAM atau ada agenda lain? Media-media dunia dan lokal pun sangat getol memberitakan bahwa di Libya terjadi pembantaian besar-besaran terhadap warga oleh militer loyalis Muammar Ghadafi. Tapi, sesungguhnya sampai hari ini penulis memandang belum ada bukti yang kuat untuk membenarkan berita-berita tersebut.
Adakah ini adalah bagian dari konspirasi dunia barat terhadap negara-negara muslim yang kaya. Hal ini tidak menutup kemungkinan. Sebab negara-negara yang selama ini masuk dalam daftar penyerangan AS adalah negara-negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar dan kesemuanya adalah negara muslim. Sebagai contoh, Iraq adalah negara dengan kekayaan minyak yang besar dan salah satu negara dengan tingkat perekonomian terkuat diantara negara-negara Arab. Bayangkan saja, cadangan minyak bumi yang dimiliki oleh negara Iraq saat ini mencapai 115 miliar barel dengan jumlah produksi perharinya mencapai 2,4 juta barel. Afganistan yang selama ini kita anggap sebagai negara miskin yang tidak memiliki apa-apa ternyata memiliki cadangan mineral sebesar $ 3 T. Dengan kekayaan sebesar itu tentunya akan dapat menaikkan taraf hidup masyarakat Afganistan. Akan tetapi, potensi Sumber Daya Alam tersebut saat ini telah dikuasai oleh pihak asing. Jadilah negara ini sebagai penonton saja melihat hasil kekayaan negaranya dieksploitasi oleh negara lain.
Negara yang saat ini dalam kemelut yaitu Libya adalah negara penghasil minyak terbesar di Afrika. Produksi minyak hariannya mencapai 1,79 juta barel dan memiliki cadangan sebesar 44,3 miliar dollar atau 3,27% dari total proporsi cadangan minyak seluruh dunia. Jumlah cadangan minyak dan produksi hariannya yang cukup besar tersebut mampu mempengaruhi pasokan minyak dunia.
Dari rentetan dan fakta-fakta tersebut dapat kita analisis dengan nalar dan logika sehat bahwa sesungguhnya krisis yang terjadi di Timur Tengah adalah sebuah rekayasa politik dan ekonomi yang memang sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari. Dalam teori konspirasi disebutkan bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, ekonomi, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok rahasia orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh. The first actionnya adalah adanya penghancuran gedung pencakar langit Word Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001. Inilah awal dimulainya aksi tersebut dan perencanaan sesungguhnya sudah dari sejak waktu yang lama.
Aksi penyerangan sekutu ke Libya saat ini mengatasnamakan Hak Azasi Manusia karena sang pemimpin Libya dituduh telah melakukan Genosida. Setidaknya itulah informasi yang kita peroleh dari sekian banyak media di seluruh dunia. Akan tetapi, dalih sekutu tersebut sesungguhnya adalah dalih yang dibuat-buat dan sangat lemah. Mengapa demikian?? Sebab, jika dikatakan bahwa AS dan sekutunya peduli terhadap pelanggaran HAM, maka yang harus terdahulu diinvansi adalah Yahudi Israel yang telah membantai jutaan rakyat Palestina. Orang yang pertama kali harus diadili adalah para pemimpin Israel yang telah mengarahkan mesin-mesin pembunuhnya kepada anak-anak Palestina yang tidak berdosa. Atau juga para pimpinan militer negara-negara sekutu sendiri yang telah melanggar hak asasi dan kedaulatan rakyat Iraq, Afganistan, Pakistan, dll.
Bukan suatu bentuk pembelaan kepada Ghadafi sebenarnya saya menulis tulisan ini. Tidak dipungkiri selama kepemimpinan Ghadafi tentu banyak pelanggaran yang dilakukannya. Akan tetapi, ternyata kerugian yang diciptakan oleh AS dan sekutunya terhadap rakyat akibat penyerangan Libya jauh lebih besar dari kerugian sebelum tentara koalisi menyerang. Dalam konteks keadilan, maka apa yang dilakukan oleh sekutu adalah sebuah bentuk ketidakadilan internasional. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari agenda Barat untuk menguasai ladang minyak di Timur Tengah.
Dalam penyerangan kali ini memang Amerika Serikat tidak terjun langsung. Akan tetapi, negara ini adalah negara penyokong nomor satu dari tindakan barbar tentara sekutu. Upaya pembagian dan pemcabik-cabikan wilayah merupakan strategi lama kaum imperialis. Lagi pula, yang memiliki kepentingan langsung dengan minyak Libya adalah negara-negara Eropa. Maka, untuk menciptakan citra positifnya AS tidak terjun langsung dalam agresi kali ini.
Lebih parahnya lagi, negara-negara di dunia telah terseret arus opini yang telah dibuat oleh media pro-barat sehingga menghalalkan apa yang telah dilakukan oleh AS dan sekutunya. Melalui legitimasi dan dukungan PBB, sekutu secara leluasa menghantam semua sasarannya dan bukan tidak mungkin suatu hari Indonesia akan menjadi target juga.