27 Januari 2009

BELAJAR MERANGKAK DARI SEJARAH


Hari itu, 1 November 1922* Turki resmi menjadi negara republic dengan tokoh yang memproklamirkannya Mustafa Kemal Attaturk. Peristiwa ini menandai berakhirnya masa kekuasaan Khilafah Turki Utsmani (Ottoman). Sejak saat itu dunia Islam (negara-negara Islam) seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Gerakan konspirasi untuk mengharcurkan khilafah dengan jargonnya “the sick man” ternyata ampuh dan Sultan Abdul Hamid ternyata benar-benar tidak mampu mempertahankan kedudukannya sebagai khalifah.banyak wilayah yang akhirnya melepaskan diri dari Turki dan mendirikan negara sendiri. Padahal dulu, mereka bernaung di bawah payung khilafah termasuk kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia seperti Kesultanan Samudra Pasai atau Aceh.
Akan tetapi yang berlalu biarlah berlalu. Sejarah peradaban manusia akan berulang. Kata-kata ini bukan hanya sekedar kata-kata penghibur hati pelipur lara. Tetapi inilah optimisme. Sejarah membuktikan, Rasulullah saw. pada mulanya berdakwah sendirian dengan cara sembunyi-sembunyi. Awalnya satu dua orang yang mengikutinya untuk beriman kepada Allah SWT., lama kelamaan bertambah banyak. Akibat berbagai tekanan yang dirasa sudah mencapai puncak, akhirnya dengan perintah Allah Rasulullah berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Saat itulah babak baru sejarah peradaban manusia dimulai.
Melalui tarbiyah selama kurang lebih sepuluh tahun di Makkah, sahabat Muhajirin telah teruji keimanannya, dari aspek ruhiyah, fikriyah maupun jasadiyahnya sudah tidak diragukan lagi. Begitupun sahabat Anshor melalui tangan Mush’ab bin Umair mereka mnerima cahaya Islam dengan baik. Hal ini terbukti dari jalinan persaudaraan antara Muhajirn dan Anshor. Ikatan yang ada bukan hanya sekedar tegur sapa tapi melebihi persaudaraan sedarah.
Sederet peristiwa menarik, heroik dan banyak lagi terjadi hingga masa kekhalifahan Bani Abbasiyah wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi tiga benua besar, Asia. Afrika dan Eropa. Itulah negara terbesar sepanjang sejarah di dunia, tidak sekedar kekuasaan belaka tetapi keadilan benar-benar tegak di atas muka bumi. Sampai-sampai petugas yang mengurus zakat dan shodaqoh pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkeliling benua Afrika untuk mencari orang yang berhak mendapatkan zakat dan shodaqoh tersebut namun ia tak mendapatkannya karena idak ada yang merasa berhak menerima.
Berkaca dari itu semua, kita saat ini sepertinya perlu banyak belajar dari perjuangan-perjuangan tersebut. Angin segar Islam tampaknya sudah mulai bertiup dengan sepoinya namun belum terkoordinasi dengan baik. Itulah masalahnya saat ini, tidak ada satu kesatuan untuk menuju ke sana. Masing-masing harokah masih mengedepankan egoisme kelompok. Entah ini sebagai watak asli atau warisan budaya kolonialisme yang cukup lama bercokol di negeri-negeri muslim.
Para pemikir dan dunia Barat-pun mengakui bahwa setelah Uni Sovyet runtuh, kekuatan dunia mengerucut menjadi dua ”Barat VS Islam”. Wajar kalau banyak cara dilakukan oleh Barat untuk menyerang Islam. Mulai dari proyek Imperialisme, kolonialisme, sekulerisme, serangkaian invansi dalam segala bentuk ke negara-negara muslim yang dianggap mengancam kepentingan mereka dan seabrek produk-produk lainnya.
Mereka sadar betul, bahwa Islam tidak hanya agama yang sekedar menegdepankan ritualitas semata seperti agama (ajaran) lain yang mereka kenal. Islam itu integral, universal dan komprehensif. Maka, mereka mulai kalang kabut bagaimana memadamkan cahaya Allah tersebut.
Sejarah membuktikan keterpurukan Islam tidak berlarut-larut seperti saat ini. Contoh, ketika khilafah Abbasiyah jatuh oleh pasukan Tartar sesegera mungkin orang-orang muslim mendirikan khilafah yang baru yang berpusat di Turki itulah Khilafah Turki Utsmani. Gerak cepat ini disebabkan masih berpegang teguhnya masyarakat muslim pada ajaran sunnah Rasulullah. Berbeda dengan saat ini, setelah sekian abad lamanya bangsa-bangsa muslim terjajah maka selama itu pula mereka konsumsi doktrin-doktrin penjajah yang meyebabkan mereka begitu pragmatis dan pengaruh masih tersa hingga saat ini.
Walaupun lambat laun, tapi geliat itu kini mulai terasa. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa angin segar Islam telah berhembus dengan sepoinya menyelusup ke setiap sanubari muslim. Ternyata proyek sekulerisme yang dijalankan Barattidak sepenuhnya termakan oleh masyarakat muslim. Buktinya pada tahun 1928, Ikhwanul Muslimin berdiri di Mesir dan hingga kini menjadi Gerakan Islam terbesar di dunia yang beranggotakan lebih dari tujuh puluh negara di dunia. Kekuatan ideologi yang dibangun membuatnya tetap eksis bahkan semakin meluas, diterima dengan baik oleh masyarakat. Kalau bukan ciri sebuah kebangkitan, lalu disebut apa lagi…..???
Gerakan dakwah kita berdiri di atas manhaj dakwah Rasulullah. Berangkat dari perjalanan dakwah Rasulullah saw. dari bi’tsahnya hingga berdirinya berdiri dan eksisnya negara Madinah makasudah sepatutnya kita mencontoh apa yang dilakukan oleh Rasulullah. Negara Madinah adalah model negara yang paling idelal di muka bumi dengan tingkat keadilan yang merata dan taraf hidup rakyat sejahtera. Bahkan kalau boleh dikatakan negara tersebut adalah negara paling demokratis sehingga setiap orang boleh angkat suara. Kalau tidak, tidak mungkin seorang Qibti Mesir yang Nashrani mampu mengadukan Gubernurnya Amr bin Al-Ash yang dianggapnya sewensng-wenang kepada sang Khalifah Umar bin Al-Khattab. Keadilan yang merata tersebut menjadikan setiap orang merindukan akan kedatangan Islam di negerinya.

Wallahu a’lamu bishowwab.
* ada juga yang menyebutkan tahun 1924.

1 komentar:

salam kenal mba. ijin share ya :D

Posting Komentar