06 April 2011

Pemuda, Sejarah Masa Lalu dan Potret Masa Kini *

Malam itu, beberapa orang berkumpul di sebuah tempat di Menteng yang dikemudian hari menjadi tempat yang sangat bersejarah. Mereka adalah kaum muda yang masih belia, tampak dua orang tua yang tengah berdebat dengan mereka. Bukan hal sepele yang dibahas, melainkan permasalahan kebangsaan, masalah kemerdekaan. Kedua orang tua tersebut masih tidak ingin mengumumkan kemerdekaan Indonesia sebab masih harus melalui beberapa tahapan di Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sedangkan para pemuda tersebut merasa PPKI adalah sebuah lembaga bentukan Jepang. Maka, jika menunggu keputusan PPKI itu berarti seakan-akan kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari Jepang. Padahal kemerdekaan Indonesia adalah hasil jerih payah bangsa, dengan darah dan nyawa sebagai taruhannya.
Para pemuda itu berusaha meyakinkan dua orang tua yang sedang berada dihadapan mereka. Kemerdekaan Indonesia harus segera diproklamasikan, sekarang juga sebab inilah saatnya. Ketika Indonesia mengalami status quo, mengalami kekosongan kekuasaan. Sebelum bangsa asing lainnya setelah Jepang datang ke negeri ini. Sebelum tentara-tentara Belanda yang membonceng Sukutu kembali berusaha menguasai Indonesia.
Mereka adalah Soekarni, Chaerul Saleh, Sayuti Melik, dan pemuda-pemuda lainnya yang berhadapan dengan Soekarno dan Hatta. Para pemuda dengan semangat juang dan cita-cita kemerdekaan yang tinggi. Sehingga dari “penculikan” tersebut lahirlah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Di belahan bumi yang lain dan dalam dimensi waktu yang berbeda dua belas pemuda berkumpul di sebuah bukit. Mereka mengucapkan janji setia mereka kepada seseorang yang sangat mulia. Dengan semangat keimanannya mereka akhirnya terlepas dari belenggu kemusyrikan, permusuhan antar suku yaitu Aus dan Khazraj pun ditanggalkan. Tak ada egoisme pribadi, tak ada lagi semangat fanatisme kesukuan yang seringkali menjadikan pertumpahan darah di antara mereka. Merekalah para ashabiqunal awwalun dari kaum Anshar Madinah (Yatsrib).
Dari sumpah setia pertama tersebut tersebarlah agama Islam di Yatsrib yang membawa lebih dari 70 pemuda pada tahun berikutnya untuk juga berjanji setia. Pada akhirnya dari janji setia ini pula Rasulullah Muhammad saw. menetapkan pilihan untuk berhijrah ke Yatsrib yang kemudian berganti nama menjadi Madinah dan mendirikan sebuah negara berdaulat. Pemuda, menjadi tiang penyangga dan penopang berndirinya negara tersebut bahkan tegaknya sebuah peradaban yang beradab.
Itulah sejarah pemuda masa lalu, para pendahulu kita. Kedua-duanya kisah di atas adalah contoh pemuda-pemuda produktif pada masanya. Setidaknya dalam merebut kemerdekaan Indonesia, pemuda memiliki moment-moment penting yang tidak bisa kita lupakan. Pertama, pada saat bangsa Indonesia mulai menyadari harus adanya gerakan-gerakan massif yang bersifat nasional , maka pemuda menjadi perintis benrdirinya organisasi-organisasi yang bertujuan membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan. Mulai dari Serikat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi pada tahun 1905 yang kemudian kemudinya dikendalikan oleh seorang pemuda bangsawan anti Belanda yaitu R.M. Tirtoadisuryo. Kemudian berganti nama menjadi Sarikat Islam pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Organisasi ini berdiri dalam rangka membangun ekonomi masyarakat dengan berasaskan Islam untuk membendung pengusaha dari negeri Cina yang sudah mulai menggurita di Nusantara akibat kebijakan Belanda. Selanjutnya berdiri juga Budi Utomo yang dimotori oleh dr. Soetomo dan kawan-kawannya dari sekolah kedokteran Stovia Batavia pada 1908. Inilah generasi-generasi perintis perjuangan bangsa Indonesia modern.
Kedua, pemuda Indonesia menjadi generasi penguat atau pengukuh dalam upaya menuju Indonesia merdeka. Di sebuah bangunan di Jalan Kramat Raya 106Pada 27-28 Oktober 1928 yang dikemudian hari menjadi Gedung Sumpah Pemuda berkumpullah pemuda-pemuda dari berbagai penjuru nusantara. Mereka melaksanakan Kongres Pemuda yang kedua dan menghasilkan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda inilah yang menjadi ikrar persatuan bangsa. Setelah Sumpah Pemuda, wacana persatuan dan kesatuan bangsa semakin massif. Maka dari itu banyak para tokoh pemuda tersebut yang ditangkap oleh Belanda kemudian dijebloskan ke penjara atau diasingkan.
Ketiga, puncak dari kedua fase tersebut yaitu fase perintisan dan penguatan adalah fase pendobrak. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah puncak dari fase pendobrakan ini. Tokoh-tokohnya tentunya banyak pemuda. Sebelumnya, dalam rangka perumusan dasar negara dan konstitusi negara para pemuda juga berperan aktif memberikan masukan dan gagasan-gagasan segar. Itulah sebabnya, para pemuda merasa berhak untuk melakukan tindakan-tindakan cepat dan tepat agar Proklamasi Kemerdekaan segera diumumkan.
Kalau kita berkaca dari sejarah masa lalu kemudian dibandingkan dengan kondisi pemuda masa kini maka kita akan merasakan suasana yang berbeda. Perbedaan-perbedaan yang terjadi ada yang bersifat wajar dalam arti masih dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat, tetapi banyak juga yang memang tidak sesuai dengan etika dan adat-istiadat ketimuran. Ada banyak faktor penyebab semua itu. Pertama, situasi dan kondisi pada zaman itu memang memaksa setiap orang untuk berfikir lebih jauh dan lebih tua dari usianya. Tetapi nilai-nilai positif yang sudah tertanam tersebut seharusnya bertahan dan menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Kedua, pesatnya pengaruh Barat masuk ke negara-negara Timur terutama negara-negara Islam. Kalau boleh saya katakan bahwa inilah yang disebut oleh Samuel P. Huntington sebagai “Class of Civilization” atau Benturan Antar Peradaban. Benturan ini pada akhirnya memang ditujukan kepada negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam sebab Barat menganggap Islam menjadi ancaman yang serius dalam menjalankan agenda-agendanya. Lagipula, sebenarnya negara-negara Islam tersebut adalah negara-negara yang mayoritas memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah.
Ketiga, arus teknologi dan informasi dan gaya serba instan yang membuat anak muda masa kini malas untuk melakukan hal-hal yang menantang dan beresiko. Mereka sudah tidak berminat lagi mengerjakan sesuatu yang berat termasuk dalam hal berfikir. Ketika budaya berfikir ini sudah terkikis dan mulai habis maka tamatlah riwayat pemuda dan bangsanya. Inilah ketakutan terbesar dari suatu bangsa. Di negara-negara maju, kiprah, kreatifitas dan pemikiran pemuda sangatlah dihargai dan mendapatkan perhatian khusus. Ini dilakukan agar para pemuda termotivasi untuk terus berfikir dan berkarya.
Itulah, perbandingan beberapa generasi yang terpaut jauh. Satu pada masa yang sangat jauh dari teknologi modern, satu lagi pada masa awal-awal kemerdekaan Indonesia, sudah merasakan teknologi modern tp belum sepesat sekarang dan satu generasi lagi adalah generasi melek teknologi modern dengan segala kemudahannya. Namun, jika bandingkan kualitas dari tiga generasi tersebut sangatlah berbeda.

*) Tulisan pertama untuk buku "Serial Pemuda" Rekonstruksi Pemikiran Kaum Muda

0 komentar:

Posting Komentar