Pasca tumbangnya rezim orde bru tahun 1998 membawa kita pada alam demokrasi yang memungkinkan kita “Gerakan Mahasiswa” dapat bergerak bebas. Kebebbasan inilah yang saat ini menjadi senjata ampuh setiap gerakan. Alam demokrasi membawa kita pada suatu babak baru perjuangan.
Namun ternyata, keber4hasilan mahasiswa pada 1998 tidak juga memberikan efek yang positif. Ada permasalahan yang miuncul pada gerakan mahasiswa. Permaslahan yang sebenarnya tidak perlu ada, sebab masalah ini tumbuh bukan karena disebabkan oleh hal-hal dari luar tapi lebih kepada kurang kesiapan mahasiswa untuk melanjutkan “aksi-aksi”nya.
Mahasiswa dapat dikatakan sebagai penghubung antara orang-orang yang berada pada pada posisi atas (elit) dengan rakyat (kelompok alit). Kalau seandainya digambarkan maka posis mahasiswa berada di tengah-tengah.
elit
mahasiswa
alit
Posisi inilah yang membuat mahasiswa menduduki tempat yang strategis. Ia mampu merangkul orang-orang di bawahnya serta mampu mengingatkan orang-orang yang ada di atasnya. Jadinya mahasiswa mempunyai posisi tawar di tingkatan elit serta kehormatan di kalangan alit.
Itulah sebenarnya bentuk ideal dari sebuah gerakan mahasiswa. Tetapi, masalah yang sebenarnya muncul justru berkaitan dengan hal tersebut. Pertama, gerakan mahasiswa saat ini akan gagap apabila dihadapkan pada kelompok elit,terutama apabila telah benar-benar masuk ke ranah tersebut. Kegagapan ini sendiri dapat berdampak pada terkikisnya nilai-nilai idealisme yang selama ini teriakan oleh mahasiswa.
Contoh nyata yang dapat kita lihat adlah beberapa aktivis mahasiswa angkatan ‘66 seperti Akbar Tanjung, salah satunya. Ia rela mengorbankan idelisme demi mengejar kenikmatan menjadi anggota DPR melalui sebuah institusi (partai polotik) yang bernama GOLKAR. Sampai-sampai rekan sesama aktivis seangkatan dengan yang bernama Soe Hok Gie menyebutnya sebagai pengkhianat.
Memang benar, kekuasaan, jabatan dan lainnya yang sejenis merupakan bentuk ujian kepada para pengemban amanat perjuangan. Apabila ia tidak secara teguh dan ikhlas memegang idelismenya maka ia akan tersingkir dari barisan. Selanjutnya akan menjadi musuh bersama gerakan mahasiswa hanya karena kenikmatan sesaat.
Masalah inipun tetap kita hadapi saat ini, dimana beberapa aktivis mahasiswa telah didudukan di kursi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan ternyata kondisinya setelah itu juga tak jauh berbeda dengan kondisi para seniornya terdahulu. Dapat dilihat dari beberapa kasus yang terjadi seperti pengadaan mobnas (mobil dinas), mantan aktivis mahasiswa tersebut seperti latah menjawab tantangan tersebut dan terseret arus yang begitu besar yang menggiringnya.
Kedua, lain lagi halnya dengan kondisi pada posisi elit di atas. Pemasalahan yang muncul adalah pada masyarakat. Kelompok alit saat ini tidak begitu merespons lagi gerakan mahasiswa. Berbeda dengan tahun 1998 yang masyarakat juga turut turun ke jalan untuk memperjuangkan perubahan pada negeri ini. Walaupun tidak menapikan bahwa hal tersebut tidak terlepas dari sikap pragmatis masyarakat. Masyarakat mersa dirugikan maka ia turut serta berjuang dan mersa nyaman maka ia diam, tapi itulah fitrahnya masyarakat.
Tetapi, yang saya maksud di sini adalah betapa kita tidak mampu merangkul masyarakat. Seharusnya masyarakat tahu dengan kondisi bangsa saat ini yang tidak jauh berbeda dengan kondisi Indonesia pada 1997 dan sesudahnya. Entah apakah cara penyampaian kita yang setengah-setengah atau karena terlalu tingginya cara penyampaian kita sehingga masyarakat tidak mampu mencernanya.
Pernah suatu kali seorang teman di atas bus yang penuh sesak. Kebetulan pada waktu itu sedang ada aksi demonstrasi oleh sekelompok mahasiswa yang ada di Palembang. Tanggapan dari orang-orang yang ada di dalam bus tersebut sebagian besar sinis. Ada yang mengatakan mengganggu ketertiban, membuat macet, tidak ada gunanya. Hal ini kan patut dipertanyakan….!!! Padahal, kota Palembang (tempat saya) walaupun tidak ada aksi demonstrasi mahasiswa atau kegiatan lain ya tetap saja macetnya luar biasa.
Kalau menurut pandangan saya, tanggapan masyarakat yang sedemikian rupa disebabkan karena pelayanan nyata kita ke masyarakat kurang dan ini mesti kita akui. Kita hanya bisa menuntut, pendidikan gratis misalnya, tetapi kita tidak berkontribusi kepada masyarakat untuk membantu mereka misal dengan ke desa-desa seminggu sekali atau membina anak-anak jalanan dengan berbagai keterampilan. Kalau demikian, akan terasa harmonisnya hubungan antara mahasiswa dengan masyarakat. Mahasiswa merasa memiliki terhadap masyarakat karena mereka juga bagian darinya dan sebaliknya masyarakat akan sayang terhadap mahasiswa karena kepeduliannya.
Ketiga, permaslahan justru terjadi di tubuh gerakan mahsiswa itu sendiri. Ketidak solidan internal gerakan atau antar gerakan menjadikan gerakan mereka berjalan sendiri-sendiri. Padahal, kemenangah terhadap suatu tujuan itu karena adanya kekuatan. Kekuatan akan lahir apabila ada persatuan yang kokoh dan persatuan akan terwujud apabila kesolidan terbangun.
Saat ini, kita seringkali terjebak pada permasalahan yang sebenarnya sepele tetapi membuat tenaga kita terkuras habis hanya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kita terus berkutat pada maslah-masalah internal yang sebenarnya masalah-masalah seperti itu akan terus ada dan lahir lebih banyak lagi. Maka, dibutuhkan kecerdasan untuk menyikapinya. Masalah internal biasanya lahir dari individu yang mersa kecewa atau terabaikan, bukan permasalahan kolektif. Maka setiap individu perlu menyadari bahwa tindakannya telah menghambat orang lain untuk bergerak. Dibutuhkan orang-orang yang berjiwa besar yang mampu menerima secara lapang dada setiap keputusan yanmg diambil.
Atau bisa jadi masalah timbul karena kurang pemberdayaan SDM sehingga ia tidak mengerti apa yang harus ia lakukan. Yang terakhir ini lebih kepada bagaimana suatu gerakan yang terwadahi pada organisasi membuat pemetaan yang lebih baik lagi, peencanaan yang matang, serta strategi ayng jitu.
Pada akhirnya, bergeraknya mahasiswa adalah sebuah keniscayaan karena mahasiswa adlah kelompok yang paling peka terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Mahasiswa akan terus bergerak dari waktu ke waktu. Satu hal yang perlu kita perhatikan, kita tidak ingin terkenal dan tidak mau dikenal. Tetapi kita akan terus dikenang hingga sepanjamg zaman. Berkontribusilah walaupun orang tidak melihat kontribusi kita.
Hidup Mahasiswa……………!!!!
0 komentar:
Posting Komentar